PIDANA MATI PERLU DIGALAKKAN
Harian Solopos (Solo), 23/8/2004
Rupanya pemerintah Indonesia mulai tanggap terhadap kejahatan yang merusak mental masyarakat. Hal ini tercermin dari banyak vonis mati terhadap para pengedar narkotik di berbagai pengadilan di Indonesia dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Bahkan Presiden Megawati juga telah membuat pernyataan kalau tidak akan memberi grasi terhadap permohonan grasi dari terpidana mati. Sikap ini perlu dipuji.
Penulis sangat mendukung vonis mati terhadap para pengedar narkotik. Bahkan penulis ingin agar pidana mati digalakkan. Vonis mati tidak hanya kepada para pengedar narkotik, tetapi juga terhadap perbuatan anarkisme, pemilikan senjata gelap dan koruptor (dalam arti mencuri uang negara), sebab narkotik merusak mental generasi muda, koruptor merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, senjata gelap membahayakan masyarakat, dan anarkisme mengkhianati cita-cita nasional yaitu
tata tentrem kerta raharja.
Selama ini perbuatan anarkisme terkesan dibiarkan demi melampiaskan sakit hati.
Moegono SH
Jl Jamsaren No 60, Solo 57155.
--------------
MANAJEMEN KANCIL...
Harian Solopos (Solo),19/7/2004
Kancil adalah hewan berkaki empat yang cerdik. Segala sesuatu dapat diakses untuk kepentingan pribadi. Orang Indonesia pada umumnya dan orang Jawa Tengah/Jawa Timur khususnya paham dengan karakternya, karena mereka saban hari mendapat cerita oleh para gurunya tentang karakter kancil (yang suka menipu).
Sebenarnya cerita kancil itu bukan memberi pendidikan soal tipu-menipu, melainkan memberi suntikan mental agar anak-anak punya kecerdikan seperti kancil. Dengan kata lain, guru-guru kita memberi pendidikan mengenai manajemen kancil.
Terus terang pada 38 tahun lalu saya pernah mengetrapkan manajemen kancil. Saya kuliah pada Fakultas Hukum UGM dari 1958 sampai 1966. Dosen sosiologinya Prof Djojodigoeno SH. Jika memberi kuliah Sosiologi, Djojodigoeno mengenalkan istilah sosiologi dalam bahasa Jawa seperti paguyuban, patembayan, pangawikan dan lain-lain. Paguyuban adalah hubungan emosional, patembayan adalah hubungan pamrih, dan pangawikan adalah ilmu pengetahuan.
Pada waktu kuliah saya sudah menikah dan punya anak satu. Anak itu saya beri nama Budi Wikan Arto. Budi artinya berusaha, wikan artinya pengetahuan dan arto yakni duit. Dengan kata lain, saya menimba ilmu sambil mencari duit. Nama itu saya beritahukan kepada Djojodigoeno jauh sebelum saya menempuh ujian Sosiologi.
Rupanya Djojodigoeno tahu sampai berapa jauh pengetahuan saya tentang sosiologi. Pada waktu ujian, Djojodigoeno bertanya, siapa yang namanya Moegono? Sambil unjuk tangan saya menyahut, ”Saya Prof”. Kamu lulus. Jadi saya lulus tanpa menempuh mata kuliah Sosiologi. Inilah yang disebut manajemen kancil.
Moegono
Jl Jamsaren No 60, Solo 57155.
-------------
KEJAHATAN DENGAN SENPI MASIH DITANGGAPI ADEM AYEM
Harian Solopos (Solo), 27/6/2004
Kita lihat bahwa selama ini telah terjadi hakim ditembak, jaksa ditembak dan beberapa kali polisi ditembak. Kemudian kejaksaan mengambil langkah mempersenjatai diri. Ada 70 jaksa diberi fasilitas senjata api (Senpi) untuk bela diri atau untuk mengantisipasi timbulnya ancaman kepada diri mereka.
Jika menyimak kejadian-kejadian penembakan terhadap aparat penegak hukum oleh kelompok penjahat dan ada langkah mempersenjatai diri itu, maka terkesan telah terjadi perang terbuka antara pejabat dengan penegak hukum. Tapi selama ini kita masih adem ayem. Selama ini kita kurang ada dinamika dalam mengantisipasi kejahatan dengan senjata api.
Banyak perampokan dengan senjata api. Bahkan tidak jarang ada korban jiwa. Namun sikap kita masih adem ayem karena hampir kebanyakan masyarakat bersikap : Ah sudah ada polisi dan sudah ada aturannya, maka tidak perlu ribut mengenai perampokan dengan senjata api.
Di Cina, orang yang mempunyai senjata gelap terancam pidana mati, karena pemerintah berasumsi bahwa orang yang memiliki senjata gelap, dianggap menyimpan iktikad tidak baik. Selama mereka masih punya uang, maka mereka tidak brutal. Tetapi kalau uangnya sudah habis, sangat mungkin mereka menjadi brutal dengan senjata apinya.
Maka sebelum terjadi korban pemerintah Cina mengambil sikap tegas. Pemilik senjata api gelap dibunuh daripada menimbulkan korban sia-sia. Inilah yang terkandung di dalam preventive law di Cina.
Harapan penulis, aksi kekerasan dengan senjata api harus ditanggapi tegas. Bikin preventive law. Falsafah right or wrong my country dapat dijadikan pegangan dalam mengatur keamanan dalam negeri.
Moegono
Jl Jamsaren No 60, Solo 57155
--------------
PAHLAWAN KESIANGAN
Harian Solopos (Solo), 24/5/2004
Pada Rabu 5 Mei 2004, Tabloid Fondasi bersama-sama Yapeta, PVRI, GMRI, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan PMII mengadakan sarasehan nasional di Gedung Grha Wisata Niaga Sriwedari Solo dengan tema Revolusi merupakan langkah tepat dalam mewujudkan Indonesia bersih, makmur dan merdeka serta sebagai jalan menuju terbukanya gerbang dunia.
Sarasehan nasional itu telah digelar di 14 kota di Indonesia yakni Jakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Mataram, Denpasar, Kupang, Palembang, Medan, Makassar, Ambon, Manokwari, Jayapura dan Bandung. Yang berbicara dalam sarasehan malam itu adalah intelektual kondang seperti Prof Dr Damardjati Soepadjar, Drs Djati Kusumo, Prof Dr Muhamad Ali AB SH MSc, Dr Otas lkwara MSc dan M Taufik Kindy serta Suhardiman SU.
Materi pembicaraan berkisar pada hal-hal: 1). Bahwa negara kita sudah remuk. 2). Para pemimpin tidak ada yang konsisten dengan falsafat UUD 1945. 3). Reformasi tanpa konsep jelas. 4). Kita harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Karena itu kita harus melakukan perubahan pikir yakni revolusi damai.
Menurut penulis, gagasan untuk melakukan revolusi damai itu baik. Tapi saya kira itu merupakan pahlawan kesiangan. Sebab, pada April 1986 peilulis sudah menyarnpaikan konsep revolusi pemikiran di Majalah Warnasari edisi April 1986, No 87. Juga, pada 9 Juli 2001 lalu penulis juga. melontarkan hal yang lebih konkret yakni revolusi budaya sebagai salah satu alternatif menata bangsa. Tapi hal itu sangat tergantung pada. kita sendiri, mau. apa tidak melakukan revolusi pemikiran (perubahan).
Ada pesan dalam Alquran bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa kalau bukan bangsa. itu sendiri yang berusaha untuk mengubab nasibnya. Oleh karena itu kalau kita mau mengubah nasib kita, ya dilaksanakan bersama-sarna. Dengan konsep saja tidak bakal jalan.
Moegono SH,
Jl. Jamsaren No 60 Solo 57155.
----------------
BERLOMBA-LOMBA MENGAMANKAN DAERAH
Harian Solopos (Solo), Senin, 19 Januari 2004
Terbetik kabar bahwa RRC telah melaksanakan otonomi daerah dengan baik sekali. Konkretnya tiap-tiap gubernur berlomba-lomba mengamankan daerahnya. Tujuannya adalah untuk menarik modal asing sebanyak-banyaknya dalam rangka pembangunan industri dan menyediakan lapangan kerja bagi penduduk yang super banyak. Falsafahnya: laron akan mendatang tempat yang terang.
Jadi kalau suatu kota dibikin terang (dalam arti aman dan tenteram) modal asing akan masuk dengan sendirinya tanpa harus dilakukan halo-halo. Jaminan yang diberikan oleh pemerintah adalah keamanan, kepastian hukum, dan jauh dari ekonomi biaya tinggi (Pungli dan sebangsanya).
Cita-cita tersebut didukung oleh pemerintah pusat dengan seperangkat tatanan sosial yang ketat. Perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman mati antara lain: anarkhisme (pengkhianatan terhadap cita-cita nasional tata tentrem kerta raharja), pengedar Narkoba, memiliki senjata gelap dan korupsi (mencuri uang negara).
Daerah Pantai Guanzu 20 tahun yang lalu belum ada perumahan dan apartemen, tetapi sekarang wilayah Pantai Guanzu sudah menjadi daerah elite dengan perumahan dan apartemen mahal berkat banyaknya modal asing yang mendirikan pabriknya di Guanzu dan di provinsi lain.
Bahwa politik right or wrong my country dan pintu terbuka dari RRC kiranya dapat kita tiru. Sony yang hengkang dari Indonesia lantaran harus menjadi pelajaran bagi kita.
Moegono SH,
Jl Jamsaren No 60, Solo 57155, Telpon (0271) 723477.
----------
DUA DOKTRIN YANG MENGUASAI DUNIA
Dikirimkan ke Harian Solopos, 10/11/2003
Menurut feeling saya, dunia ini hanya dikuasai oleh dua doktrin, pertama doktrin Machiavelli, kedua doktrin Nabi Muhamad. Doktrin Machiavelli mengajarkan : Barang siapa percaya kepada kejujuran orang lain, maka ia sudah kalah. Oleh karena itu supaya tidak kalah, maka kita harus tidak percaya kepada siapa saja (punya sikap hatihati).
Sedangkan doktrin kedua ialah doktrin Nabi Muhamad yang mengajarkan sebaliknya : Janganlah engkau bersu’udon (berprasangka buruk) kepada orang lain, sebab bersu’udon itu dosa. Anggaplah semua orang itu baik seperti kamu sebelum ternyata kebalikannya (tanpa sikap hatihati).
Bahwa dua doktrin yang saling bertolak belakang tersebut samasama hidup di dunia dan saling berebut unggul. Ada kalanya doktrin Machiavelli yang unggul, ada kalanya doktrin Nabi Muhamad yang unggul. Yang menjadi pertanyaan adalah : faktor apa yang menjadi penentu kemenangan dari kedua doktrin tersebut ?.
Ternyata kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakatlah yang menentukan kemenangan dari doktrin tersebut. Dalam kondisi yang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur dan murah kang sarwa tinuku, tata tentrem kerta tan ana darma mangruwo, tebih saking watak cengilcecengilan, maka doktri Nabi Muhamad unggul.
Tetapi dalam kondisi tata nilai rusak (tata nilai tidak lagi untuk konsumsi mental, tetapi telah berubah untuk konsumsi akal, yang muaranya agama diakali, sumpah jabatan diakali, dan UU juga diakali), tidak gemah ripah loh jinawi, segalanya harus dibayar dengan uang, orang suka cengil-cecengilan (fitnah memfitnah), maka doktrin Machiavelli yang unggul.
Kita selaku umat Islam seharusnya tidak rela jika doktrin Machiavelli yang unggui. Oleh karena itu kita harus menciptakan kondisi masyarakat kita dalam keadaan tata tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi. Subur kang sarwa tinandur dan murah kang sarwo tinuku.
Jauh dari sikap suka cengil cecengilan alias fitnah memfitnah. Niscaya doktrin Nabi Muharnad yang akan unggul. Tetapi sekarang banyak orang menjadi kurban penipuan lantaran mereka tIdak bersu’udon kepada orang lain
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
------------------
KELOMPOK PERAMPOK SURAT KABAR
Dimuat di Harian Wawasan (3/11/2003) dan Harian Solopos (6/11/2003).
Di Solo Jawa Tengah ada satu organisasi tanpa bentuk namanya KPS. Secara konvensional, KPS itu singkatan dari Kelompok Pengamat Sosial, tetapi secara inkonvensional KPS itu singkatan dari Kelompok Perampok Surat Kabar.
Anggota KPS ini terdiri dari sembilan orang dosen UNS yang inisialnya di antaranya 3J, 3S dan 3M. Bahwa kesembilan orang tersebut adalah orang-orang yang masih mempunyai sisa-sisa idealisme, kaya konsep dan mempunyai forecasting outlook. Intelektualitas dan kredibilitasnya tidak diragukan.
Misi dari KPS sangat mulia, yaitu mengisi kemerdekaan dan ikut serta meningkatkan kecerdasan bangsa. Bentuk konkretnya adalah menyampaikan gagasan alternatif lewat surat kabar. Jadi, surat kabar oleh sembilan orang tersebut dijadikan arena dari drama of the intellectual frictions. Sekaligus surat kabar dijadikan sumber devisa tersembunyi. Dengan menyampaikan gagasan alternatif/artikel lewat surat kabar, mereka jelas dapat duit. Inilah arti kedua dari KPS.
KPS lahir tanggal 28 Desember 1989. Jadi dua tahun lebih dulu dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)-nya BJ Habibie.
Apakah surat kabar rugi “dirampok” oleh anggota KPS itu ? Jelas tidak. Bahkan mutu surat kabar tersebut dapat meningkat lantaran yang mengisi adalah para dosen yang tidak diragukan kredibilitas dan intelektualitasnya.
Tahun pertama sejak KPS berdiri, maka harian Wawasan, Suara Merdeka dan Jawapos kebanjiran tulisan dari anggota KPS. Tetapi mengapa sekarang mlempem ? Padahal KPS sudah dikenal baik oleh Prof. Daniel S. Lev, salah seorang dosen dari Universitas Washington, Seattle, USA.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 21/11/2003.
----------------------
GOYANGAN BOKONG DAN KELIHATAN PUSAR, FIRASAT APA ?
Dimuat di Harian Solopos, 19/10/2003.
Orang Jawa biasanya suka mengaitkan suatu fenomena alam atau fenomena masyarakat dengan kejadian riil yang bakal hadir. Suatu fenomena ditafsirkan sebagai suatu firasat atau tanda bakal terjadi sesuatu.
Misalnya munculnya lintang kemukus atau bintang berekor (Komet Halley) diyakini sebagai firasat bakal terjadi malapetaka atau perang. Misalnya ketika agresi Belanda II tahun 1949 dan pemberontakan PKI Madiun didahului dengan munculnya lintang kemukus.
Keyakinan demikian sudah mendarah daging bagi orang Jawa sehingga suatu fenomena diartikan sebagai “tanda-tanda zaman”. Munculnya G 30 PKI 1965 juga didahului dengan munculnya lintang kemukus. Munculnya Petrus (pembunuhan misterius) didahului dengan banyaknya orang jualan es jus. Di mana-mana orang jualan es jus. Akhirnya terjadi juga dimana-mana mayat bergelimpangan karena dibunuh (dijus). Munculnya peristiwa anarkisme (obong-obongan pertengahan Mei 1998) didahului dengan maraknya lagu Anoman Obong.
Sekarang ini muncul fenomena baru, yaitu : kita melihat tayangan/acara TV, baik TV swasta mau pun TVRI, selalu melihat tayangan penyanyi perempuan pakai celana jin yang pusarnya kelihatan (ketok udele) terus menggoyangkan bokong (goyang ngebor), firasat apa ini ?
Kejadian yang berlangsung terus-menerus seperti terlihat di TV sebagai firasat atau tanda-tanda akan terjadi sesuatu yang luar biasa. Luar biasa baiknya atau luar biasa jeleknya. Pemandangan orang perempuan pakai celana yang kelihatan pusernya diterjemahkan bahwa tidak di atas tidak di bawah, semua menjalankan kebijakan sak enak udele dewe (semau gue). Jika ditegur tidak digubris. Bahkan ia mbledingke silid (mengegolkan bokong).
Ini tanda-tanda zaman rusak, tata nilai tak digubris. Rusak sak kabehing tata, luhur kang ginayuh, asor kang pinanggih. Ya mari kita tunggu jawaban kapan fenomena demikian itu akan menjadi kenyataan.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003.
------------------
GOYANG INUL DAN DAGING BABI
Dimuat di Harian Solopos, 27/5/2003
Goyang ngebor Inul telah membuat polemik berkepanjangan, sampai-sampai Ketua MPR Amien Rais mengimbau agar polemik Inul dihentikan. Beberapa waktu lalu ada organisasi dai bernama IKADI, mengeluarkan fatwa yang menyatakan goyangan Inul adalah haram menurut agama.
Saya ingat, daging babi menurut agama juga haram. Ternyata sekali pun daging babi itu haram, tetap ada yang jual dan ada yang beli. Oleh karena itu saya harap Inul tidak perlu kendur dan rendah diri jika karyanya dituding haram. Ada yang jual tetap ada yang beli.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 21/11/2003.
-----------------------
PERINGATAN KEPADA PENGACARA HANTU
Dimuat di Harian Solopos, tanpa data tanggal.
Di setiap kantor pengadilan mau pun kantor polisi selalu ada seseorang yang bukan pengacara tetapi kluyuran di pengadilan dan kepolisian berlagak sebagai pengacara yang sedang mengurus perkara. Mereka itu biasa disebut Pengacara Hantu. Praktek demikian sudah berjalan cukup lama.
Sekarang ada UU tentang Advokat, yaitu UU No. 18 Tahun 2003. Di mana hak dan kewajiban serta sanksi kepada advokat nakal telah ditetapkan. Berarti tugas dan kewajiban advokat telah diatur dan dilindungi dalam UU tersebut.
Kepada orang-orang yang berlagak sebagai advokat tetapi sebenarnya bukan advokat yang biasa keluar masuk pengadilan dan kepolisian mengatur perkara, bakal kena sanksi pidana. Itu tercantum dalam pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, bunyinya, “Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan perkara advokat, dan bertindak seolah-olah sebagai advokat, tetapi bukan advokat sebagaimana diatur dalam UU ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp. 50.000.000 (lima puluh juta)”.
Oleh karena itu kami memperingatkan kepada para Pengacara Hantu agar kegiatan lama sebagai Pengacara Hantu diakhiri. Kalau tidak maka Anda akan dilaporkan kepada yang berwajib dan bakal disidik kegiatan Anda keluyuran di kantor pengadilan dan kepolisian.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 21/11/2003.
------------------
DILARANG MENILAI PUTUSAN PEJABAT UMUM
Dimuat di Radar Solo, 14/8/2001
Bahwa persoalan pengadaan sepeda motor untuk anggota DPRD Sukoharjo men imbulkan polemik yang berkepanjangan. Kesannya ada pertarungan akbar, yaitu pertarungan Dewan Vs. Kejaksaan Sukoharjo dan pertarunga Dewan Vs LSM. Hal itu tercermin dengan adanya gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Sukoharjo dan gugatan melawan hukum terhadap LSM. Penulis selaku Penasehat Hukum dari. Dewan akan buka mulut seperti yang diharap rekan-rekan dari pers.
Bahwa persoalan pengadaan sepeda motor anggota Dewan dengan plat hitam telah melalui proses panjang. Pembicaraan pro & kontra tentang plat merah atau plat hilam muncul di rapat-rapal pleno Dewan. Yang pro plat hitam alasannya adalah: (a). ada income daerah dari pajak sepeda motor tersebut dan ( b) . biaya perawatan tidak ditanggung Pemkab.
Sedang yang pro plat merah alasannya adalah apapun resikonya sepeda motor anggota Dewan merupakan aset Penikab. Setelah melewati proses panjang, akhinnya diputus oleh Dewan bahwa sepeda motor plat hitam dengan Keputusan DPR-D Sukoharjo No. 170/06/III/2001, tanggal.24 Maret 2001. Dengan kata lain sepeda motor dimilik pribadi-pribadi anggota lewat putusan institusi yang benjama DPR-D Sukoharjo.
Kemudian muncul pengaduan dari LSM kepada Kejaksaan Negeri Sukoharjo bahwa di DPRD Sukoharjo telah terjadi tindak pidana korups i, anggaran untuk pengadaan sepeda motor anggota Dewan ' vang seharusnnya dengan plat nierah dibelokkan menjadi plat hitam.. Proses demikian dianggap korupsi. Dan sejak saat itu polemik di surat kabar makin menjadi-jadi. Sukoharjo panas.
Karena ada desakan dari berbagai pihak maka Kejaksaan Negeri Sukohario mengambil.sikap minfa ijin Gubenur agar diperkenankan menyidik ketua Dewan dan para anggota yang diduga ferlibat korupsi. Gubenur mengeluarkan ijin kepada Kajari untuk meyidik ketua dan anggota Dewan. Kajari menindak lanjuti dengan mengeluarkan perintah penyidikan terhadap ketua dan anggota.DPRD Sukoharjo.
Tindak lanjutnya berupa surat panggilan terhadap pimpinan Dewan kapasitasnya sebagai tersangka. Sukoharjo menjadi lebih panas. Yang menjadi pertanyaan adalah : Apakah institusi.yang bernama Kejaksaan Negeri Sukoharjo bolch menilai putusan institusi lain yang bernama DPRD Sukoharjo?. Dengan kata lain apakah Kejaksaan Sukoharjo boleh intervensi terhadap putusan legislatif Sukohatjo ?.
Menurut penulis putusan DPRD Sukoharjo adalah merupakan putusan pejabat umum. Maka apapun isinya harus dihormati oleh institusi yang sejajar Kalau tokh putusan DPRD Sukoharjo itu dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka yang mempersoalkan putusan tersebut harus minta Judicial Review (Hak Uji Materid) ke Makainah Agung. Hal ini sesuai dengan putusan bersama MAHKEJAPOL yang intinya dilarang menilai putusan pejabat umum.
Jika akhirnya Kejaksaan Sukoharjo mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan, apakah itu tidak berarti bahwa Kejaksaan intervensi terhadap putusan pejabat umum atau mencampuri urusan Legislatif.
Mungkin ada anggapan bahwa MAHKEJAPOL telah dihapus. Kalau betul bahwa MAHKEJAPOL sebagai lembaga telah dihapus, tetapi subtansi keputusan bersama itu tidak pernah dihapus. Subtansinya tetap eksis ,dan dianggap sebaga tata krama pemerintahan atau etika pemerintahan.
Maka Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Kajari Sukoharjo adalah mcrupakan pelanggaran tata krama pemerintahan alis intervensi. Seharusnya Kajari mengajukan JR ke MA sebagai badan yang punya Hak Uji Materiil terhadap putusan.yang dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
M0EGON0, SH
Advokat dan konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 15/11/2003
-------------------
PERLU PERDA KELESTARIAN LINGKUNGAN
Dimuat di Harian Solopos, tanpa data tanggal.
Bahwasanya kelestarian satwa dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi kelestarian satwa masih kurang mendapat perhatian, baik dari masyarakat mau pun pemerintah. Hal ini tercermin dari sikap masyarakat terhadap burung dan ikan.
Burung
Perlu dipahami bersama bahwa jika kita menembak burung dan kena, maka yang mati sebenarnya tidak hanya satu. Kalau burungnya sedang bertelur, telurnya tidak bakal menetas., lantaran induknya tidak kembali ke sarang, dan kalau telurnya sudah menetas, piyiknya juga akan mati lantaran di dunia burung tidak mengenal lembaga penitipan anak.
Nah, jika soal memburu burung tidak diatur (dengan UU atau Perda), kita bisa bermain matematika, kapan burung-burung itu akan punah. Sekarang saja yang sudah tidak muncul adalah burung jalaksuren dan kepodang.
Ikan
Ketika penulis sampai di Negeri Belanda, kesanpertama yang muncul adalah banyak danau dan kanal tetapi tidak tampak ada orang yang memancing. Selidik punya selidik ternyata di negeri itu tidak setiap orang boleh memancing dan tak sembarang waktu boleh memancing.
Siapa dan kapan orang boleh mancing ? Bahwa yang boleh memancing adalah mereka yang telah mendapatkan SIM (Surat Izin Mancing) yang dikeluarkan Nederlands Vereniging Van Sport (NVVS). Yakni, organisasi swasta (LSM) yang peduli terhadap kelestarian ikan.
Mereka yang punya hobi memancing terlebih dulu harus diuji oleh NVVS mengenai kapan ikan-ikan itu reproduksi dan kapan ikan-ikan tidak sedang reproduksi. Jika ia sudah paham mengenai dua hal tersebut, maka ia diberi SIM.
Di Indonesia kami lihat orang mencari ikan tanpa tata krama, tanpa memperhatikan kelangsungan ikan. Mereka mencari ikan dengan listrik, racun dan bom. Sehingga ikan-ikan yang belum sempat reproduksi ikut mati. Jika hal yang demikian itu tidak segera ditanggulangi, maka kita bisa berhitung kapan ikan-ikan itu akan punah. Sekarang yang sudah tidak tampak di sungai adalah ikan sili.
Karena itu kami menghimbau Pemda agar segera mengeluarkan Perda tentang kelestarian ikan dan burung. Jika soal menembak burung dan mincing ikan tidak segera diatur, jangan heran jika sebentar lagi kita tidak melihat ikan di sungai kita dan burung di hutan.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 21/11/2003.
--------------------
SALUT KEPADA BUPATI H.S. MAKGALATUNG
SOAL LARANGAN BURU BURUNG
Dimuat di Harian Wawasan, 1/10/1998.
Harian Solopos edisi 24998 ada berita kecil tetapi nilainya cukup besar, yaitu Bupati KDH II Boyolali mengeluarkan SK No. 660.1/0204 tentang Larangan Memburu Satwa Burung di wilayah Kabupaten Boyolali. Pelarangan tersebut berkaitan dengan fungsi ganda yang dimiliki oleh burung, yaitu sebagai predator hama, sebagai indikator kualitas lingkungan maupun untuk penyerbukan tanaman. Oleh karena itu kepunahan jenisienis burung harus dihentikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H.S Makgalatung mempunyai kepedulian tinggi dan punya pandangan kedepan terhadap lingkungan hidup.
Pada tahun 1983 kami pernah melontar gagasan..."Kapan ada Perda yang melarang memburu burung. Sebab kalau tidak ada larangan.memburu burung, maka burungburung akan punah”.
Rasionya bagaimana ?
Jika Anda menembak burung kena, maka yang mati tidak satu. Kalau burung tersebut sedang bertelur, maka telumva tidak bakal menetas lantaran induknya tidak kembali ke sarang. Dan kalau telurnva sudah menetas, maka anakanaknya juga akan mati lantaran di dunia burung tidak mengenal lembaga pemondokan.
Jadi jika dalam hal melestarikan burung itu tidak segera dikeluarkan larangan memburu burung, maka pada suatu saat burungburung itu akan punah. Dan anak cucu kita hanya bisa mengenal gambarnya saja. Kecuali itu sang predator hama tidak ada, kualitas lingkungan merosot.
Maka dengan adanya SK tentang Larangan Memburu Burung tersebut kami salut kepada Bp H.S Makgalatung. Semoga hal itu diikuti olch Kepala Daerah yang lain. Dan kami sangat berharap, setelah selesai tugasnya sebagai Bupati KDH Tingkat II Boyolali, akan diangkat menjadi Menteri Lingkungan Hidup.
Moegono, SH
Advokat dan konsultan hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 15/11/2003
-------------------------
BUDAYA CELURIT MAKIN MENGGILA
Dimuat di Harian Solopos, 10/11/2003.
Budaya celurit makin menggila. Kalau dulu budaya celurit hanya melanda anak-anak yang masuk sekolah dan orang-orang yang mencari pekerjaan, tetapi sekarang budaya celurit sudah merambah ke calon-calon anggota legsislatif.
Dulu sewaktu kita mengenalkan anak-anak kita kepada dunia pendidikan sekaligus mereka dikenalkan dengan budaya celurit. Bagaimana itu ?
Masuk SD dicelurit, masuk SMP dicelurit, masuk SMA dicelurit, masuk Perguruan Tinggi dicelurit. Ujian lurah, carik dan bayan dicelurit. Mencari pekerjaan dicelurit, pindah pekerjaan dari daerah kering ke daerah basah juga dicelurit.
Persoalan sosial yang muncul adalah bagaimana halnya dengan mereka yang pernah dicelurit ? Apakah mereka tidak membuat kalkulasi kemudian gentian mencelurit supaya balik modal ?
Sekarang ada kabar bahwa akan menjadi anggota legislatif konon kabarnya juga dicelurit. Untuk legislatif pusat Rp. 200 juta, legislatif provisnsi Rp. 150 juta, legislatif kabupaten Rp. 100 juta.
Jika hal demikian terlaksana, maka kita tinggal menunggu bagaimana kiprah para anggota legislatif yang pernah dicelurit ? Mereka pasti berpikir : pertama peras otak untuk balik modal, selanjutnya cari untung. Terakhir, baru mikir rakyat.
Dua langkah yang bakal ditempuh pasti berkisar kepada pengerukan uang untuk kantong sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya celurit semakin menggila.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003.
------------------
KORUPSI KARENA BALAS DENDAM
Dimuat di Harian Solopos, 16/2/1999.
Bahwa jika korupsi di Indonesia dikatakan sudah menjadi budaya, tidak terlalu salah. Ismael Saleh, SH sewaktu menjabat sebagai Jaksa Agung pernah menggelar peta korupsi dari Sabang sampai Merauke selama tujuh tahun, dari tahun 1980 sampai 1987.
Dikatakan oleh Ismail Saleh bahwa tiga tahun pertama (1980-1983) uang negara yang dikorupsi mencapai Rp. 109 miliar. Lalu tiga tahun kedua (1984-1987) turun menjadi Rp. 106 miliar. Dan 10 tahun kemudian (1997) BPK mengumumkan bahwa uang negara yang dikorup berjumlah Rp. 535 miliar. Dari uang yang dikorup, yang dapat diselamatkan Rp. 135 miliar. Yang Rp. 400 miliar tetap hilang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuantitas korupsi meningkat.
Mengapa demikian ?
Bahwa sejak kita mengenalkan anak-anak kita kepada dunia pendidikan, sekaligus mereka dikenalkan dengan “budaya celurit”. Bagaimana itu ?
Sewaktu masuk SD sudah “dicelurit”, masuk SMP “dicelurit”, masuk SMA “dicelurit”, masuk perguruan tinggi atau akademi “dicelurit” lagi. Ujian carik, bayan, lurah juga “dicelurit”. Mendapatkan pekerjaan “dicelurit” lagi.Pindah pekerjaan dari daerah kering ke daerah basah katanya juga “dicelurit” dan lain-lain.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah : Bagaimana halnya terhadap mereka yang pernah “dicelurit”. Apakah mereka tidak akan melakukan semacam balas dendam ?
Waktu masih menuntut ilmu sudah kehilangan sekian juta, dan waktu mendapat pekerjaan masih ada pengeluaran lagi. Maka logislah jika kemudian semuanya dikalkulasi untuk cari ulih-ulihan.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003.
--------------------
ZAMAN EDAN SEMAKIN TERBACA
Dimuat di Harian Solopos, Agustus 2003
Waktu penulis lulus dari FH UGM dan hendak melamar pekerjaan ke berbagai departemen selalu dimintai Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) yang dikeluarkan oleh kepolisian setempat yang menerangkan bahwa pemegang SKKB ini belum pernah tersangkut urusan polisi.
Itulah kondisi masyarakat pada zaman normal, di mana nilai-nilai moral masih menjadi pertimbangan utama. Tetapi zaman bisa berubah. Dari zaman normal menjadi zaman rusak. Sekarang seorang terhukum yang jelas pernah tersangkut urusan polisi boleh mencalonkan diri sebagai presiden.
Begitulah yang penulis baca dalam UU Pemilihan Presiden untuk tahun 2004. ini namanya zaman edan. Dan zaman edan itu semakin terbaca. Bukankah ketentuan dalam UU Pemilihan Presiden tersebut dirumuskan oleh yang terhormat anggota DPR RI ?
Jika demikian zaman edan semakin terbaca. Masyarakat tidak perlu lagi mencari padanan kata-kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwodarminto.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003.
------------------
INDONESIA NEGARA HUKUM ?
Dimuat di Harian Sinar Harapan, 17/09/1999
Redaksi Yth.,
Negara kita adalah negara hukum, artinya hukum diberi kedudukan paling tinggi di atas segalanya. Tetapi perlu diketahui bersama bahwa realitasnya selama ini, banyak sekali kasus kriminal yang mengendap dan tidak terbongkar, misalnya kasus-kasus Eddy Tansil, Marsinah, Udin, Dukun Santet, Kerusuhan Mei 98, Penculikan, Kasus Ghalib, Kasus KKN Soeharto, Kasus Aceh, Kasus Ambon, dan Kasus Bank Bali. Seakan-akan semuanya. mengejek ideologi Indonesia adalah negara hukum
Mengapa begitu ?
Rupanya budaya hukum di negeri ini memang belum tumbuh dengan baik, maksudnya hukum masih dikalahkan oleh politik. Pengaruh politik masih dominan sehingga hukum selalu dikepret.
Tingkah laku politik yang mengepret hukum adalah ungkapan-ungkapan : “Father can do no wrong", artinya bapak tidak boleh dikoreksi dan disalahkan. “Father knows everything", artinya bapak dianggap tahu segala-galanya, orang lain tidak boleh membantah. "What the master's voice", artinya budaya menunggu "dawuh”, yang berani mendahului akan celaka.
Jika demikian halnya, apa tidak perlu kita introspeksi dan benar-benar akan melaksanakan ideologi negara hukum ? Semoga kritik ini menjadi perhatian para penguasa.
Moegono,SH
Advokat dan konsultan hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 15/11/2003
--------------------
KUALITAS BUDAYA KITA MEROSOT
Dimuat di Harian Solopos, 10/2/1999.
Manusia adalah zoon politikon alias makhluk yang berbudaya. Mereka hidup bernegara dan bermasyarakat. yang mengenal berbagai aturan atau norma yaitu norma hukum, agama, moral dan tata susila. Berbagai norma tersebut sebenarnya merupakan batasan-batasan sampai di mana makhluk yang berbudaya.ini boleh dan tidak boleh melakukan sesuatu.
Oleh karena itu, suatu negara membuat UUD dan UU adalah untuk menentukan hak-hak dan kewajiban masyarakat serta menentukan larangan-larangan terhadap suatu perbuatan. Dan jika larangan itu dilanggar ada sanksinya. Baik sanksi hukum mau pun sanksi moral/sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya pasti memahami hal-hal itu.
Bahwa UUD maupun UU itu mempunyal dua sifat, yaitu sifat sebagai perintah dan sifat sebagai janji. Dengan kata lain; kedua.i peraturan tersebut sebagai tata nilai yang mempunyai sifat imperatif. Artinya, sebagal perintah harus dilaksanakan dan sebagai perintah janji harus ditepati.
Bahwa dalam perkembangan peradaban manusla, rupanya manusia. bisa sulit menggenggam janji. Tata nilai tak lagi untuk konsumsi mental, tapi sudah berubah jadi konsumsi akal, sehingga tata nilai menjadi obyek untuk disiasati. Mula-mula agama disiasati, kemudian sumpah jabatan disiasati dan akhirnya undang-undang juga disiasati.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas budaya sudah merosot. Respecting the law pudar, kemudian muncul sikap-sikap melawan terhadap simbol-simbol hukum yang berbentuk kekerasan, sebagaimana kejadian akhir-akhir ini di berbagai wilayah.
Moegono, SH
Advokat dan konsultan hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 15/11/2003
------------------
GAGASAN DARI BAWAH SULIT MENEMBUS DPR
Dimuat di Harian Wawasan, 7/2/1998
Gagasan-gagasan baru yang disampaikan oleh para idealis yang kaya konsep dan punya forecasting outlook telah banyak beredar dalam masyarakat. Tetapi gagasan-gagasan tersebut selama ini hanya berputar-putar di sekeliling gedung DPR, tidak bisa menembus dinding DPR karena terbentur oleh mekanisme DPR.
Aturan tata tertib DPR mensyaratkan setiap gagasan baru harus ada dukungan dari dua fraksi dalam DPR. Jadi gagasan yang berkembang selama ini dianggap ‘liar” selama tidak didukung oleh dua fraksi.
Penulis pada tahun 1981 menemukan tiga kaidah hukum baru, yaitu bisnis kriminal, suatu bisnis yang beraspek kriminal atau sebaliknya kriminal beraspek bisnis ; korupsi moral, korupsi yang bertitik sentral pada keuntungan nonmaterial dan public crime, kejahatan terhadap barang-barang yang dipergunakan untuk fasilitas publik.
Tetapi kaidah hukum baru tersebut tidak pernah bisa masuk ke DPR, karena tidak didukung oleh dua fraksi. Akibatnya sampai sekarang ketiga gagasan baru tersebut tetap menjadi ius contiendum alias masih tetap menjadi hukum angan-angan.
Jika masyarakat kecewa terhadap mekanisme parlemen kita, dan melakukan unjuk rasa, jangan menyalahkan mereka. Peraturan tata tertib tersebutlah yang menjadi penghambat timbulnya gagasan-gagasan baru.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
------------------------
AKU CINTA INDONESIA
Dimuat di Harian Solopos, tanpa data tanggal.
Sekarang sedang digalakkan nyanyian Aku Cinta Indonesia, dengan imbauan untuk mencintai barang-barang produksi Indonesia. Bahwa dengan demikian maka semua barang yang labelnya Indonesia harus dicintai tanpa reserve.
Bagaimana dengan UUD 45 ?
Bahwa UUD 45 adalah barang immaterial produksi Indonesia, maka segala yang tertulis di dalamnya harus dirasakan dan dicintai tanpa reserve. Artinya harus dilaksanakan dengan penuh rasa hormat oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja, termasuk di dalamnya adalah pasal 27 tentang persamaan terhadap hukum, dan pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat.
Tetapi yang saya lihat tentang persamaan terhadap hokum, kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat, ternyata masih ditawar. Ya dicintai tetapi masih dengan reserve. PNS tidak bebas berserikat, sedangkan berbeda pendapat dituding macem-macem.
Sebenarnya tanpa disertai kata-kata melaksanakan murni dan konsekuan, pasal 27 dan pasal 28 UUD 45 memang harus dilaksanakan dengan konsekuen.
Jika kita harus me-reaktualisasi nasionalisme, marilah kita merenung kembali pada bait ke-7 lagu Indonesia Raya. Di situ tertulis :
Indonesia Raya, merdeka-merdeka,
Tanahku negeriku yang kucinta
Yang dicinta bukan hanya negerinya, tetapi juga UUD-nya. Semoga catatan ini bisa mengingatkan kita pada nasionalisme jika memang ada niat mereaktualisasi nasionalisme.
Moegono,SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
-----------------------
TIGA SIFAT DARI UUD
Dimuat di Harian Solopos, tanpa data tanggal.
Perlu diketahui bahwa UUD itu mempunyai tiga sifat, yaitu : sifat sebagai perintah,janji dan standar moral. Artinya sebagai perintah harus dilaksanakan, sebagai janji harus ditepati dan sebagai standar moral. UUD tidak boleh ditawar dan dipelintir sekalipun tidak ada ancaman pidananya. Tiga hal inilah yang rupanya belum dipahami dan dihayati oleh bangsa Indonesia.
Maka jika sepanjang sejarah negara ini selalu saja terjadi pelanggaran UUD, itu sudah selayaknya karena tiga sifat UUD tersebut belum dihayati. Misalnya, pada zaman Orde Lama Bung Karno diangkat menjadi presiden seumur hidup, padahal ketentuan pasal 7 UUD jabatan presiden hanya selama 5 tahun.
Pada zaman Orde Baru pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat ditawar dengan cara mengeluarkan SK Mendagri tentang monoloyalitas, sehingga bagi PNS sulit untuk bisa berserikat ke PDI atau ke PPP. Sedang berbeda pendapat dengan penguasa dihadang dengan cap-cap politik yang menakutkan, sehingga orang tidak berani untuk berbeda pendapat dengan penguasa.
Dan pasal 27 tentang persamaan terhadap hukum juga ditawar. Orang-orang yang dekat dengan kekuasaan nyaris tidak terjangkau hukum, tetapi orang kecil yang jauh dari kekuasaan di-ekek-ekek dengan dengan dalih menegakkan supremasi hukum.
Pada era Reformasi ini masih juga terjadi pelanggaran UUD, yaitu pelanggaran pasal 34 UUD tentang kewajiban negara terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan bergelandangan mencari uang di perempatan jalan. Sopir-sopir dan pengendara mobil yang rasa sosialnya tinggi atau yang berperikemanusiaan pasti merogoh kantong dan memberi uang sekadarnya kepada mereka. Sebaliknya orang-orang tingkat atas patut diduga tidak melihat hal yang demikian, lantaran jika mereka lewat bangjo-nya tidak berfungsi. Oleh karena itu marilah kita bangun kembali disiplin kita.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 21/11/2003.
-------------------
UNTUK BANGSAKU
Dimuat di Harian Suara Merdeka, 12/1/1998
Sya yakin seyakin-yakinnya, orang Indonesia yang tidak buta huruf pasti hafal lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Tetapi saya kurang yakin mereka juga memahami falsafahnya. Bagian dari lagu itu bunyinya sebagai berikut :
Bangunlah jiwanya,
bangunlah badannya,
untuk Indonesia Raya
Kalimat tersebut mengandung falsafah tinggi dan mempunyai magic power. Sebab, sang pencipta, W.R. Supratman, melakukan tapa brata lebih dulu sebelum menuliskan kalimat dalam lagu yang abadi itu. Falsafahnya, pertama membangun jiwanya, kemudian baru membangun badannya.
Tetapi rupanya penerapannya terbalik. Badan dulu yang dibangun, lalu kelupaan membangun jiwa. Maka jika sekarang terjadi dekadensi moral, korupsi merajalela, serta pungli terjadi kapan saja dan dimana-mana saja, itu bukan salah bunda mengandung, melainkan karena hukum karma sudah berjalan.
Seandainya W.R. Supratman maish hidup, saya kira beliau menangis melihat perkembangan bangsa kita seperti ini. Maka dari itu, marilah kita renungkan makna dalam kalimat lagu kebangsaan Indonesia Raya yang mngandung falsafah tinggi dan mempunyai magic power.
Moegono SH (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
-------------------------
ADA ENAM PENYAKIT TAKUT
Dimuat di Harian Suara Merdeka, 21 Maret 1998
Dr. Bintan Saragih, seorang pengamat politik dari UI, berkesimpulan bahwa masyarakat kita masih dalam taraf belajar berdemokrasi dan melakukan disiplin berkonstitusi, sedangkan politikus kita masih dililit perasaan takut.
Untuk mendukung pendapat Dr. Bintan Saragih itu saya akan menyampaikan hasil penelitian saya tentang penyakit ketakutan masyarakat. Saya pernah melakukan penelitian tentang ketakutan yang melanda masyarakat, ternyata dalam hati masyarakat kita ada 6 (enam) macam takut, yaitu :
1. Takut tidak naik pangkat.
2. Takut dipindah.
3. Takut dipecat (1 sd. 3 melanda PNS dan ABRI).
4. Takut di-recall (DPRD dan DPR).
5. Takut diketahui warna aslinya (Masyarakat)
6. Takut dibredel (Koran dan majalah).
Mengapa demikian ? Ada beberapa alasan yaitu : (1) karena idealismenya kurang kental, (2) karena orientasinya asap dapur, dan (3) karena trauma.
Demikianlah enam penyakit takut yang sedang menyerang masyarakat. Mudah-mudahan analisis saya tidak salah.
Moegono, SH
Advokat dan konsultan hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
-------------------
WONG BISU MANGAN PARE (RAMALAN PAIDJO)
Dimuat di harian Wawasan, 23/7/1996.
Ada ramalan dari Pujangga Besar Ronggowarsito yang tertulis dalam kitab Kalatida (Kolotido) yang bunyinya :
Anemoni jaman edan,
Yen ora ngedan, ora keduman,
Ning yen arep ngedan atine ora.tekan.
Ewosemono,
Sa bejabejane sing lali,
Isih beja sing eling lan waspodo.
Jaman edan tersebut masuk periodisasi Jaman Kolobendu. Rupanya setelah jaman Kolobendu masih ada ramalan yang belum kawedar. Ramalannya bunyinya :
Sak pungkure jaman Kolobendu,
Sa dalandalan anemoni .
WONG BISU MANGAN PARE
Buah pare itu rasanya pahit, tetapi yang makan orang bisu. Maka sekali pun pahit dia tidak bakal bicara. Nah rupanya sekarang ini sudah memasuki periode wong bisu mangan pare.
Moegono, SH
Advokat dan Konsultan Hukum (Solo).
Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 19/11/2003
-----------------
MENGAPA SAYA SUKA MENGISI KOLOM PEMBACA MENULIS ?
Oleh : MOEGONO, S.H.
Advokat dan Konsultan Hukum
Jl. Jamsaren No. 60 Surakarta 57155
Telepon 0271-723477
Saya jengkel dengan budaya yang sedang berkembang; yaitu:
Father can do no wrong,
Father knows everything.
What the master's voice dan
The singer not the song.
Kesannya kebenaran itu monopoli orang tua dan para penguasa saja. Lebih dari itu bapak menganggap tahu segalagalanya. Menurut falsafah kebenaran, orang muda dan tidak berjabatan juga punya kebenaran. Maka saya ingin mendobraknya, dengan mengatakan bahwa kebenaran bukan monopoli orang tua dan para penguasa. Bertolak dari hal tersebut saya ingin menyampaikan gagasan alternatif lewat media cetak. Apa dikira saya tidak punya konsep dan tidak punya pemikiran ke depan
Bahwa pemerintah tidak konsisten dan tidak konsekuen dengan omongannya. Tahun 1966 Pemerintah menganjurkan agar para sarjana itu berdikari, membuka lapangan kerja sendiri, tidak bergantung kepada pemerintah. Ternyata omong kosong.
Mengacu kepada anjuran tersebut saya mengajukan permohonan menjadi Advokat kepada Menkeh. Tetapi 12 bulan sudah berjalan tidak ada realisasi dari anjuran tersebut. Lalu saya berteriak lewat surat kabar:.... Apa artinya anjuran berdikari kalau tidak ada konsekuensinya apaapa ?.
Rupanya Surat Pembaca tersebut dibaca Ketua Mahkamah Agung, kemudian Ketua Mahkamah Agung kirim surat kepada Menkeh. Isinya: Jika yang dikeluhkan Moegono itu benar, maka saya minta perhatian agar surat Moegono diperhatikan.
Dua minggu setelah ada surat teguran dari Mahkamah Agung, Menkah mengirim SK Advokat sampai pintu rumah saya. SK tersebut tertanggal 14 Juli 1968 No. JP 14 / 4 / 7.
Kecuali itu saya punya keyakinan bawa kejujuran itu paspor universal, sehingga harus dikibarkan sepanjang masa.
Moegono, SH
Selamat datang, Pak Moegono.
Saya bangga bisa membangun situs blog untuk anda sebagai warga Epistoholik Indonesia!
Bambang Haryanto